Tuesday 28 September 2010

Original South Track

Pengalaman mungkin memang guru yang paling baik, beliau bisa jadi mengajar sejarah di sekolah kehidupan.. Sedangkan Bu Sri itu adalah guru kimia, AING kenal baik sama anaknya, dia sarjana Geologi jebolan universitas ternama di ibukota, dadanya bidang karena waktu SD pernah ikut les renang.. Hebat yahh.. Tapi sekarang AING bukan mau membicarakan dia, tapi tentang perjalanan AING bersama kawan yang bukan anak guru kimia ke sebuah daerah pantai selatan di regensi tanah kelahiran AING..

AING ikut dalam rangka mengantar dan membantu dia mengerjakan tugasnya sebagai surveyor yang (nampak) peduli akan pemerataan pembangunan di negara ini termasuk (so') ambil pusing akan kesejahteraan rakyat kecil di pelosok tanah air beta.. Daripada midweek blahbloh, makanya AING memutuskan untuk ikut serta dengan ekspektasi mendapatkan (paling ngga) pengalaman dan bahan cerita buat nulis blog sekarang ini..

Kita berangkat Rabu jam 9 pagi dari rumah AING, pake jalur Ciwidey, jalur yang belum pernah AING jajal sebelumnya.. Pemandangan yang bagus dan jalan yang tidak terlalu bagus.. Karena ini musim hujan, tetesan air dari langit cukup sukses beberapa kali menghambat perjalanan, tiap ada tetesan aer ujan maka berhenti di kedai kopi, dan tiap ada tetes air mata maka disitu ada drama (wuooppoo..!!).. Selain ujan, perjalanan kami juga dihadang oleh penutupan jalan di tengah gunung, karena ada pengaspalan jalan, maka digunakan sistem buka tutup macam musim mudik saja.. Bahkan ketika lewatpun, aspal masih panas digeleng oleh ban motor yang kami pake (jenis motor yang digunakan sama dengan yang dipake Komeng), terlihat seperti pertunjukan debus motor yang tahan jalan di permukaan yang panas mengebul.. (pliss euy, bahasa teh, mengebul!)

Setelah turun dari bukit terakhir, nampaklah panorama seperti danau yang sangat besar, mereka menyebutnya dengan istilah laut, kebetulan AING juga bilang itu adalah laut, hati menjadi riang, karena AING pikir tujuan kita sudah dekat, yang ternyata masih 30 kilometer ke tempat tujuan kita, Sindangbarang.. Sindangbarang mungkin diambil dari kata "sindang" dan "barang".. Dalam kamus gaul Debby Sahertian, sindang artinya sini.. Sedangkan barang mungkin kependekan dari barangkali.. Jadi Sindangbarang, barangkali di sini si Pentan menemukan jodohnya.. (Pentan alias Chengoz alias Deden alias Agus alias Heru, nama aslinya tdak akan disebut di sini karena dia lebih terkenal dengan nama-nama yang disebut tadi, namanya banyak tapi sesungguhnya mantannya lebih banyak.. Sudahlah!) Facebooknya Chengoz PaNda, Twitternya @chengoz (Lhoo! Katanya sudahlah!)

Sekitar jam 3 kita sampe di lokasi, sebuah kawasan kota sejalan yang sepi, lengkap dengan alun-alun dan masjid agung.. Bayangan AING, seperti 2 orang koboy yang masuk ke kota mati lengkap dengan bangunan kayu bertuliskan "saloon" tapi sepi karena penghuninya ngga berani keluar takut sama bandit di film-film cowboys yang bukan in paradise..

Hari pertama, setelah menyelesaikan beberapa hal to-do-list, kita beristirahat di penginapan yang cukup nyaman dengan harga yang cukup terjangkau, untuk kembali beraksi besok pagi..

Hari ketiga, kamipun pulang.. (Sungguh! Kami pulang di hari ke-3)

Hari kedua, berkeliling gunung dan menyusuri pematang sawah demi mencari lokasi rumah warga yang akan di jadikan objek penderita oleh si Pentan.. Sampe ngga kerasa matahari udah ngga ada, dan kita mendapati kalo motor yang diparkir sangat jauh dengan titik kita berdiri waktu itu.. Hujan, jalan yang licin, rumah yang jaraknya cukup berjauhan, dan mati lampu.. Perfect! Perjalanan itu bikin AING hilang konsentrasi, karena suasana waktu itu emang ngga bikin nyaman.. Banyak yang bilang AING itu borangan, dan sesungguhnya AING menantang mereka itu untuk melakukan kegiatan jalan kaki AING malam itu! Dan kita liat, apa mereka masih bisa ketawa seperti AING disana?

Hari kedua itu emang sungguh melelahkan, secara fisik dan mental.. Dan seperti yang udah AING bilang, kita pulang di hari ke-3.. Karena beberapa hal, kita baru berangkat sekitar jam 3an dengan ngambil arah ke Cianjur kota, ngga lewat jalur yang sama dengan waktu perginya.. Tapi dijalan kami liat persimpangan dengan petujuk arah Rancabali yang cukup menggoda untuk mencoba jalur yang belum pernah dicoba itu.. Tanpa mikir panjang, kami belok ke jalur itu, dan ternyata, sungguh perjalanan yang sangat diluar dugaan.. Banyak sekali cerita tapi ngga akan AING ceritain semua, selain males juga ada yang AING lupa.. Salah satunya waktu kita lewat jalan yang ditutup (bukan! bukan jalan yang sama dengan waktu perginya), ada proyek pengecoran yang memaksa kita buat pake jasa orang-orang sekitar sana buat bantuin motor melewati jalan yang lagi dicor itu.. Waktu itu, kondisi udah lumayan kelelahan, dan ujan mulai turun, dan AING hanya pake kaos dan sweater tipis.. (mohon jangan dianggap AING sedang atraksi debus)

Yang menarik, ketika motor sampe di ujung belah sana jalan yang lagi dicor itu, kita ngobrol-ngobrol sedikit sama orang sekitar, mereka mengingatkan kami untuk waspada karena banyak hal-hal yang tidak menyenangkan terjadi di jalur kami berikutnya.. Sebelumnya, di kedai kopi juga ada yang cerita tentang pembunuhan di daerah sana (bageuss!).. Oh iya, mereka bilang, kalo mereka yang orang sana aja ngga berani buat lewat jalan itu malem-malem.. (yap! cukup menghibur!) Tapi kami tak gentar untuk memutuskan melanjutkan perjalanan, Kita berani karena kita berdua punya model rambut mohawk.. (lalu!)

Memang ngga ada hal buruk terjadi sama kita di jalan, karena kita bareng beriringan dengan sebuah truk yang kebetulan searah.. Setelah beberapa jam perjalanan yang mencekam, perkebunan teh udah lewat, ujan masih, dan busana yang kurang wajar (masih inget, AING pake baju apa?), tiba kami di pasar Ciwidey.. Makan malam.. Lanjut.. Sampe rumah! Beres!

Yaa, akhir cerita yang antiklimaks emang biasa di blog ini, AING juga yakin kalian udah terbiasa dengan hal-hal sedemikian.. Jayalah AING selalu!

PS: Dedicated to Pentan, terimakasih atas perjalanan yang menyebalkan ini.. AING udah update status FB mau ke pantai, nyatanya nginjek pasir pantai saja tidak, kalahka sepatu yang menjadi ledok.. Happy Birthday! Kolot koe teh, tan!